Suara deru mesin penghalus kayu terdengar keras. Maju mundur menyasar permukaan kayu yang belum benar-benar rata.
Sementara tangan kekar Mansur (50) menggenggam pegangan mesin. Sesekali matanya memicing ke arah permukaan kayu untuk melihat hasil yang dikerjakannya.
Kekurangan fisik tidak mengurangi semangat Mansur untuk terus berkarya. Sudah tidak terhitung berapa barang mebelair hasil karya tangan terampilnya.
Dengan kelihaian nya membuat perabot rumah dengan berbahan dasar kayu, Pak Mansur sering diminta untuk menggarap desain kayu rumah warga, restaurant dan tempat-tempat lain.
Bermodalkan telaten dan sabar serta semangatnya dalam bekerja membuat ia banyak dipercaya oleh masyarakat, bahkan sampai luar kota.
Musibah yang mengakibatkan keadaan Mansur seperti saat ini terjadi saat dia kelas 6 SD. āAwalnya cuma sakit biasa. Panas tinggi dan muntah-muntah,ā terang Mansur sambil membetulkan posisi duduknya.
Mansur tidak menyangka hal itu akan menyebabkan kelumpuhan. Dia mengaku, sangat terpukul saat itu. āRasanya tidak mempunyai semangat hidup waktu itu,ā kenangnya pedih.
Apalagi saat pertama kali masuk sekolah dengan keadaan yang berbeda dari teman-temannya, dia dikerumuni teman-teman satu sekolah serta guru-guru. āRasanya nyaliku sempit sekaliā, imbuhnya.
Namun ia berpikir, tidak ada gunanya menuruti keterpurukannya. Mansur mulai belajar menerima keadaan dan kembali beraktifitas seperti biasa.
āGusti Allah maringi (memberi) rejeki itu enggak cuma satu jalan, jadi apa yang ada ya dikerjakanā, tuturnya. Ia berpesan agar masyarakat yang normal bisa lebih semangat dibanding dirinya.
āDengan keadaan saya seperti ini, seharusnya mereka yang normal bisa lebih sukses dibanding sayaā, pungkasnya. (tiw)