Daniel Gelora Bakti Priana, 25 tahun, tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang fotografer seperti saat ini. Laki-laki asal Dusun Mulyoasri RT08/RW01, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran ini dulunya bercita-cita menjadi karyawan perusahaan besar.
“Saya sebenarnya ingin bekerja di pertambangan seperti Pertamina,” ungkap Daniel.
Lulus SMA ia melanjutkan studinya di Fakultas Teknik Mesin Universitas Brawijaya (Unibra) Malang. Namun, ia hanya mampu bertahan dua semester saja di sana, sebab ia merasa kuliah di Unibra itu tak sejalan dengan kegemarannya pada multimedia.
“Saya tidak kuat. Saya kuliah di teknik mesin mengikuti keinginan orang tua,” ujarnya.
Setelah meninggalkan Unibra, Daniel mendaftarkan diri ke Universitas Negeri Malang (UM). Kali ini dia memilih jurusan yang sesuai keinginannya, Desain Komunikasi Visual (DKV). Namun, ia malah diterima di jurusan Game dan Animasi.
Semasa kuliah di UM ini, Daniel bekerja paruh waktu di sebuah studio foto di Kota Malang. Di situlah awal perkenalannya dengan fotografi; Dunia yang membuatnya merasakan kepuasan yang tidak bisa diungkapkan.
“Mungkin inilah yang saya cari selama ini,” selorohnya.
Seiring berjalannya waktu, Daniel makin menyukai fotografi. Ia pun bergabung dengan salah satu komunitas fotografi di Malang, guna menambah wawasan seputar fotografi.
“Saat itu saya tidak punya kamera sendiri. Harus pinjam sanasini buat foto,” jelas Daniel.
Sayangnya, aktivitas Daniel di fotografi membuat kuliahnya terbengkalai. Diakuinya, ia tidak bisa membagi waktu antara kerja dan kuliah, hingga akhirnya terpaksa meninggalkan kuliah meski baru semester lima.
“Itu merupakan pilihan yang sulit bagi saya. Namun, pilihan itu harus saya ambil meski berat,” ungkap Daniel mengenang masamasa perjuangannya dulu.
Tahun 2015, berbekal pengalaman yang didapatnya selama di Malang, Daniel memulai usaha jasa foto sendiri di rumahnya. Akan tetapi, setelah setahun berjalan, usaha fotografinya belum juga berkembang baik.
“Saya juga pernah jatuh bangun. Perjalanan saya tidak semulus yang orang lain pikirkan. Saya di jelek-jelekin orang, difitnah agar pelanggan tidak jadi foto sama saya,” kisahnya.
Namun Daniel tetap berfokus membangun usahanya, dan makin gencar memasarkan jasanya melalui media sosial. Soal kualitas, katanya, biarlah orang yang menilai kinerjanya.
Kini “Daniel Gelora Studio” sudah terkenal. Omzetnya bisa puluhan juta rupiah per bulan. Tarif jasa fotonya mencapai Rp3.500.000 per sesi pemotret-an.
“Kalau pas rame, sehari bisa tiga tempat,” katanya.
Dengan kesabaran dan ketelatenannya, ia kini menjadi pemuda yang sukses secara ekonomi.
Bahkan, Daniel kini bisa lebih berbangga karena upaya kerasnya juga turut membuka lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Ia sering mengajak satu-dua orang ikut bekerja. Selain mengajari mereka fotografi, ia juga memberi upah sesiapa yang diajaknya.
“Jangan malas untuk belajar hal-hal baru, dan jangan pernah menyerah dengan keadaan,” pesannya untuk mereka yang sedang berjuang menggapai impian.