Sedulur, Gambiran - Pagi masih merangkak ketika Dodin Winarti sudah menyelesaikan ritualnya: merendam 5 hingga 6 kilogram kedelai pilihan ke dalam air. Aktivitas itu merupakan awal dari proses panjang pembuatan minuman sari kedelai. Meskipun usianya sudah menginjak 45 tahun, Dodin terlihat masih energik menjalankan usahanya itu. Ia mengerjakan semua, mulai membersihkan kedelai, merendam, menggiling, hingga merebusnya setelah disaring. Pekerjaan Dodin belum selesai meskipun sari kedelai itu sudah masak. Ia masih harus mengemas lalu memasarkannya kepada para pelanggan. Perempuan ramah itu mengaku merintis usaha rumahannya sejak 1996. Sejak saat itu, rumahnya yang terletak di Dusun Bulusari, Desa Jajag, Kecamatan Gambiran praktis menjadi tempat produksi minuman sari kedelai. Pasarnya adalah sekolah-sekolah dan warung-warung. Ide itu berawal dari keinginannya untuk menyediakan minuman sehat dan terjangkau bagi keluarganya. Kehadiran dua anaknya yang kini beranjak dewasa menjadikan motivasinya selalu berlipat ganda. "Awalnya hanya untuk mengisi waktu luang dan membantu suami," ujarnya sambil sesekali mengaduk adonan kedelai di dapurnya, Senin, 3 November 2025. Siapa sangka usaha itu terus berkembang. Kini Dodin bisa memproses kedelai sebanyak 5-6 kilogram per hari. Kacang kedelai sebanyak itu, menurutnya, bisa menghasilkan tidak kurang dari 150 kemasan sari kedelai segar dalam berbagai ukuran. Tetangganya yang juga seorang ibu terkadang membantunya. Minuman sari kedelai itu hadir dalam empat varian rasa, yaitu original, cokelat, strawberry, dan melon. Harganya beragam sesuai ukuran kemasan, paling rendah kemasan plastik 200 ml (Rp2.000) sedangkan paling tinggi kemasan botol 1.500 ml (Rp15.000). Untuk memasarkan produknya, Dodin telah memiliki delapan lokasi titipan yang meliputi warung-warung kecil, swalayan, hingga kantin sekolah. Tak hanya itu, ia juga memiliki 10 lapak jajanan pasar yang tersebar di wilayah Jajag, Yosomulyo, dan Genteng. Delapan belas titik inilah yang menjadi medium distribusi sari kedelai Dodin ke para pelanggannya. Dengan cara itu pula, Dodin mampu mencapai omzet harian sekitar Rp300.000. "Uang yang kami dapat ini berkah. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari, dan yang paling penting, anak-anak bisa melihat bahwa bekerja keras itu baik," tuturnya. Masa Pandemi Covid 19 lalu mengajarkan banyak hal kepadanya, kenangnya. Pemerintah membatasi gerak masyarakat untuk menekan penyebaran virus. Sekolah dan warung tempatnya biasa menitipkan sari kedelai pun tutup. Dodin mengaku bingung waktu itu. Untungnya, pasar-pasar masih beroperasi. Dodin mencoba peruntungannya dengan menitipkan sari kedelainya kepada para pedagang pasar. Minuman kaya protein tersebut diterima baik oleh para pedagang sehingga bisa sampai kepada para pelanggan. Bisnisnya pun masih bisa berjalan walaupun terbatas. Di tengah kesibukan mengurus produksi dan distribusi, Dodin Winarti tetap menjalankan kewajibannya sebagai pemeluk agama Kristen. Dia selalu menghadiri kegiatan-kegiatan keagamaan di gerejanya. Baginya, iman adalah fondasi yang membuatnya terus bertahan, terutama saat menghadapi tantangan atau sepinya pembeli. "Setiap pagi, sebelum menyalakan kompor, saya pasti berdoa dulu, meminta agar hari ini diberi kelancaran, diberi kesehatan," ujarnya dengan mata berbinar. Aktivitas gereja menjadi ruang baginya untuk mengumpulkan energi spiritual, memupuk rasa syukur, dan memperkuat keyakinan bahwa usaha yang dilandasi niat baik pasti akan membuahkan hasil. Dodin mengaku bahagia karena usahanya bisa bertahan sampai saat ini. Melalui sedulur.co, ia menitipkan ucapan terima kasih kepada semua pelanggan setianya. Katanya, tanpa mereka, usahanya tidak akan jadi apa-apa. Di tempat terpisah, Marfungah, 45 tahun, salah satu pelanggan setianya menyampaikan alasannya membeli sari kedelai buatan Dodin. “Sari kedelainya pakai gula asli dan tidak cepat basi meskipun diminum sore hari. Saya dan keluarga suka,” tuturnya. (sdl)Baca Lainnya :
