PAGI-PAGI, matahari masih muda, Mardiyah, 55 tahun, sudah berkeliling menjajakan dagangannya yang kebanyakan berupa sayur-sayuran. Ada sebagian kecil lauk dan kue memenuhi keranjangnya, terbungkus dalam plastik-plastik kecil.
Dia berkeliling tidak jauh dari rumahnya di Kampung Baru, Sarongan, dari rumah ke rumah, mendatangi pelanggannya, mengendarai sepeda motor peninggalan suaminya. Mardiyah telah menjalani profesi sebagai penjual sayur keliling selama 17 tahun, satu tahun setelah suaminya meninggal.
Baca juga: Menjadi Ibu untuk Anak-anak dan Lingkungan
Sepeninggal suaminya, dia harus menjadi kepala keluarga, memenuhi kebutuhan keluarganya, membesarkan anak-anaknya: Sri Utami dan Linatus Zuhria. Tahun pertama merupakan saat-saat yang berat baginya. “Saya harus bertanggung jawab menyekolahkan kedua putri saya sekaligus memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.

Untuk itu, Mardiyah mengaku pernah berjualan es di SD dekat rumahnya, hingga mencari kayu bakar di hutan. “Apa saja saya kerjakan asal halal,” tuturnya.
Beruntung bagi Mardiyah, suaminya meninggalkan sebuah motor. Dia pun mulai berpikir untuk memanfaatkannya. Pilihannya jatuh pada berjualan sayur keliling atau warga setempat menyebutnya mlijo.
Lanjut ke halaman berikutnya…