Jumat, 22 Nov 2024
MENU
HUT Ke-79 RI

Masjid Ringinagung Pernah Ambruk Diterjang Badai

MENURUT cerita yang beredar, Masjid Ringinagung, Baitur Rahman, di Desa Pesanggaran, merupakan salah satu masjid tertua di Pesanggaran dan dulunya hanya sebuah musala kecil.

Berbekal informasi tersebut, Kamis, 24 September 2020, Sedulur mencoba mencari kebenarannya dan mendatangi masjid tersebut. Saat tiba di lokasi, masjid Ringinagung tampak sepi. Maklum, saat itu pukul 10 siang, belum ada aktivitas di masjid.

Baca juga: Asal-usul Nama Rajegwesi

Sedulur kemudian mendatangi rumah takmir masjid. Ndilalah, rumah ketua dan sekretaris kosong. Menurut tetangga yang muncul dari balik pintu rumahnya, kalau siang mereka bekerja. Harapan terakhir, Sedulur mendatangi rumah bendahara Muhamad Munir, dan memang mujur, dia baru pulang kerja.


Baca Lainnya :

masjid ringinagung 1
Masjid Baitur Rahman Ringinagung.

Mengetahui ada yang mencarinya, Munir mempersilakan Sedulur masuk. Setelah membersihkan diri, dia segera menyusul Sedulur yang menunggu di ruang tamu. Sesaat kemudian, dua cangkir kopi pun ikut menyusul. Setelah menikmati seteguk dua teguk kopi, Munir pun mulai bercerita.

Menurut Munir, waktu itu banyak pendatang dari Blitar, Solo, Ponorogo, dan Bandung, mereka rata-rata beragama Islam, dan menetap di Ringinagung. Tersebutlah Kiai Shodiq asal Blitar, orang yang pertama kali menggagas pendirian musala. “Ternyata, warga menerima ide tersebut dan bermusyawarah untuk merealisaikannya,’’ kata Munir sambil sesekali membuka sebuah buku catatan.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Sedikit demi sedikit warga mulai mengumpulkan uang iuran. Setelah terkumpul, mereka membeli sebidang tanah milik Katiman, salah satu warga, seluas 1354 m2. Di situlah, tahun 1928, mereka mendirikan sebuah musala yang mereka namai Langgar 47. Nama 47 sendiri karena sesuai dengan letaknya yang berada di petak 47 Dusun Ringinagung. “Waktu itu bangunannya masih berupa kayu saja,” ujar Munir.

Dua tahun setelah Indonesia merdeka, dan seiring dengan bertambahnya jumlah jamaah, masyarakat mengusulkan untuk mengubah musala tersebut menjadi masjid. Alasan lainnya, masyarakat yang mau salat Jumat harus ke masjid Pesanggaran yang berjarak 5 km lebih. Dengan pertimbangan tersebut, mereka mengubah fungsi Langgar 47 menjadi masjid, sehingga bisa salat Jumat di situ. Namanya juga diubah menjadi Masjid 47.

Baca juga: Bahaya Limbah Merkuri di Depan Mata

Munir menghentikan ceritanya ketika tangannya meraih gelas di depannya kemudian meneguk kopi di dalamnya. Seperti teringat sesuatu, pria kelahiran 1985 itu lagi-lagi membuka catatan, membolak-balik lembaran-lembaran, dan tersenyum ketika menemukan halaman yang ia cari.

masjid ringinagung 2
Untuk kepentingan pendidikan, masyarakat membangun gedung TPQ yang terletak di belakang masjid.

“Pernah terjadi sebuah tragedi,” katanya serius. “Pada tahun 1953, angin puting beliung menerjang Desa Pesanggaran. Banyak rumah roboh termasuk Masjid 47 yang bangunannya masih berupa kayu.”

Dengan susah payah masyarakat bergotong-royong mendirikan bangunan masjid kembali. Mereka juga memperbesar ukuran masjid menjadi 9 m x 9 m. Konon, angka ini dipilih karena menggambarkan asmaul husna yang berjumlah 99 dan filosofi Wali Songo. Bangunannya menggunakan empat tiang penyangga dan kolong kili ornamen Jawa untuk atapnya.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Pada waktu itu, pimpinan masjid bernama Hambali. Ia kemudian mengubah nama masjid menjadi Baitur Rahman dan membentuk struktur ketakmiran masjid. Selain bangunan utama, masyarakat juga membangun serambi masjid yang bisa dilihat hingga saat ini.

Baca juga: Minhajussalikin dan Dakwah Islam di Pesanggaran

Masjid yang bisa menampung 250 jamaah itu, hingga kini masih mempertahankan bentuknya. Untuk keperluan pendidikan, pengurus takmir dan masyarakat membagun gedung baru yang terletak di belakang masjid. “Itu adalah gedung TPQ, tempat anak-anak mengaji. Saat ini, ada 50-an anak yang mengaji dengan metode Utsmaniyah,” kata Munir.

“Cerita ini saya ambil dari buku profil berdirinya Masjid Baitur Rahman. Saat itu, saya belum lahir,” katanya diikuti tawa darinya. (ala)