BEBERAPA lembar kulit berwarna hitam dan coklat tergelar di atas lantai di salah satu ruangan di SMK Darul Falah (Dafa) Kandangan, Pesanggaran. Seorang siswa terlihat sibuk memotong kulit tersebut mengikuti pola-pola tertentu. Seorang guru mengawasinya.
Di sisi lain, beberapa siswa menghadap mesin jahit, merangkai potongan-potongan kulit. Seorang siswa mengoperasikan sebuah alat, menindih kulit yang sudah dirangkai dengan alat tersebut. Seorang Bapak Guru mengawasinya.
Baca juga: SMP NU Al-Islami Segera Miliki Gedung Sendiri
Sebagian lagi sibuk dengan lem dan kulit: mengoleskan lem, merekatkan kulit; mengoleskan lem lagi, merekatkan kulit lagi. Seorang Ibu Guru mengawasinya.
Baca Lainnya :
Di ruang terpisah, beberapa pasang sepatu pantofel tertata rapi di atas rak. Beberapa siswa memasukkan sepatu-sepatu ke dalam kotak-kotak kardus sepasang demi sepasang. “Sepatu-sepatu ini siap kami jual,” kata Kepala Sekolah SMK Dafa, Najimmul Baldan.
Sudah dua tahun ini murid-murid SMK Dafa memproduksi sepatu kulit. Keterampilan ini mereka pelajari dari Agus Prasetyo, seorang perajin sepatu kulit asal Sempu, Banyuwangi.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Agus didatangkan pihak sekolah untuk melatih siswa-siswanya dan beberapa warga sekitar sekolah. Waktu itu, sekolah menerima bantuan dari gubernur Jawa Timur sebesar Rp250 juta untuk membuat program keterampilan produktif berkelanjutan.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, sekolah yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Darul Falah ini memilih sepatu kulit sebagai produk andalannya. “Program [bantuan] ini diprioritaskan bagi SMK-SMK yang berada di bawah naungan pondok pesantren,” kata Najim.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi
Selepas pelatihan, sekolah mulai memproduksi sepatu, melibatkan seluruh siswa dan warga sekitar. Bahan-bahan dan peralatan sudah disiapkan, dibelanjakan dengan uang bantuan tersebut. Mereka yang telah mendapat pelatihan menjadi pemimpin proyeknya, memandu siswa lain. Agus, sang pelatih, mengawasinya dan memastikan kualitas sepatu yang dibuat tetap terjaga.
Sepatu buatan SMK Dafa ini menggunakan kulit sintetis, bukan kulit asli. Alasannya, menurut Najim, sepatu kulit sintetis harganya lebih terjangkau karena bahannya murah; pemasarannya pun lebih mudah. Sepatu kulit asli dibuat kalau ada pesanan saja. “Secara kualitas kami siap bersaing di pasaran,” ujar Najim.
Baca juga: Model Pembelajaran Guling, Pilihan di Tengah Pandemi
Para siswa mengerjakannya di luar jam pelajaran lainnya. Mereka belum berani membuat stok produksi terlalu banyak. Sejak Juli hingga September 2020, SMK Dafa telah memproduksi 70 pasang sepatu dan yang telah terjual 28 pasang.
“Kalau dari awal produksi [2 tahun lalu] sampai saat ini, kami sudah menjual 600 sepatu lebih,” ujarnya.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Untuk memasarkan sepatu buatannya, pihak sekolah mengandalkan anak-anak didiknya dari jurusan manajemen akuntansi, memanfaatkan internet sebagai media promosi. Menurut Ajeng, salah satu siswa SMK Dafa, pembelinya masih dari wilayah Banyuwangi. “Semoga kami bisa menembus pasar luar Banyuwangi,” katanya.
Baca juga: Sekolah Dasar di Pesanggaran Terima Penghargaan Adiwiyata
Harga sepatu buatan Dafa ini, lanjut Ajeng, relatif murah: untuk wanita di kisaran Rp125-140 ribu dan untuk laki-laki Rp180 ribu. Sedangkan sepatu kulit asli: untuk wanita di kisaran Rp450-600 ribu dan untuk laki- laki Rp750 ribu-1 juta.
Kehadiran SMK Dafa dan produksi sepatunya juga membawa manfaat warga sekitar; Mereka yang terlibat dalam pembuatan sepatu menerima upah untuk pekerjaannya. “Semoga SMK Darul Falah terus berkembang dan dapat memberikan manfaat ke masyarakat sekitar,” kata Najim. (gil)