Sedulur, Pesanggaran - Ratusan orang berhamburan ke luar rumah ketika sirine peringatan dini tsunami berbunyi nyaring, Selasa, 27 Agustus 2024. Orang-orang itu segera memenuhi gang-gang kecil kampung.
Di antara mereka ada warga yang harus ditandu. Ada juga yang menuntun hewan ternaknya. Sama. Mereka juga berupaya merangsek rombongan warga yang berlari-lari itu.
Raungan suara sirine itu seakan sebuah terompet komando. Semua orang lekas berlari, bergegas. Jerit tangis suara warga bersahutan, berbaur dengan suara sirine yang bertalu-talu, membahana menembus sudut-sudut kampung.
Siang itu, suasana perkampungan nelayan Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi begitu mencekam. Para penduduk menyadari suara sirine adalah tanda bahaya. Artinya, mereka harus lekas menyelamatkan diri.
Baca Lainnya :
Untungnya, orang-orang ini sudah tahu harus ke mana. Mereka yang berlarian itu menuju ke area berkumpul yang ada di daerah Babatan Pancer, di area Gunung Salakan.
"Ini hanya simulasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan pemerintah agar selalu waspada mengantisipasi terjadinya bencana, seperti gempa dan tsunami," kata Deputi Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi Prasinta Dewi.
Menurutnya, edukasi kepada masyarakat perlu dilakukan terus-menerus agar mereka tahu dan memahami apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Pengetahuan dan pemahaman tersebut bisa mengurangi korban jiwa.
Keselamatan jiwa sangat penting dalam manajemen kebencanaan. Setiap orang harus memiliki kesadaran penyelamatan, bisa membaca rambu-rambu yang ada di sekitar, dan mengetahui jalur evakuasi ketika hendak menyelamatkan diri.
"Potensi sudah ada tapi kita tidak bisa memastikan kapan terjadinya," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Kesiapsiagaan BPBD Banyuwangi Prakoso mengungkapkan, simulasi tersebut merupakan refleksi dari peristiwa tsunami yang terjadi di Pancer 30 tahun yang lalu, tepatnya pada Juni 1994.
Menurutnya, peristiwa tsunami di Pancer di masa lalu memberikan pengalaman tersendiri. Ketika gelombang tsunami datang, ada jeda sekitar 7 jam setelah gempa.
Umumnya, tsunami terjadi 20 menit setelah gempa. Namun, model gempa saat ini cukup banyak. Tsunami bisa terjadi lebih awal.
Papang, panggilan akrab Prakoso di dunia relawan, mengimbau masyarakat untuk selalu waspada karena Pancer merupakan daerah yang berpotensi dan rawan bencana.
Sebenarnya, lokasi paling ideal sebagai tempat evakuasi berada di Gumuk Sainem. Sayangnya, jalur menuju ke sana terputus oleh Sungai Cacalan dan tidak ada jembatan penghubung.
Meskipun demikian, area Babatan Pancer bisa menjadi salah satu alternatif tempat evakuasi tsunami karena berada pada ketinggian 20 meter di atas permukaan laut, Papang menambahkan.
Yang tidak kalah penting, sebagai bagian dari tindakan preventif, Papang berpesan kepada masyarakat untuk menyimpan dokumen-dokumen penting dalam satu tempat yang mudah dibawa setiap saat. Dengan begitu, masyarakat bisa dengan mudah membawanya ketika menyelamatkan diri.
“Jangan lupa membawa pakaian dan makanan secukupnya saat menyelamatkan diri,” katanya. (bay)