MATAHARI bersinar dengan terik ketika para petani di Silirbaru, Sumberagung, Pesanggaran mengumpulkan tangkai-tangkai padi yang telah dipotong. Mereka mengumpulkannya menjadi satu tumpukan. Para petani menyebut aktivitas ini napel.
Di sisi lain, tampak beberapa wanita, semua ibu-ibu, duduk di pematang sawah sambil bercengkrama. Sesekali tawa ceria berderai. Beberapa gulungan tikar dalam keranjang ada di dekat para wanita itu duduk.
Baca juga: Petilasan Datuk Ibrahim di Sungailembu
Beberapa saat kemudian, Paiman, telah menyelesaikan pekerjaan napel-nya. Dia juga sudah menggelar tikar di dekat tumpukan padinya. Sebuah mesin perontok padi (thresher) berada di samping tumpukan padi dan tikar tersebut.

Melihat hal tersebut, para wanita yang sedari tadi hanya duduk-duduk sambil mengobrol pun bergerak mendekati thresher. Di sekitar mesin bersuara bising tersebut, mereka menggelar tikar masing-masing kemudian duduk menunggu.
Para wanita ini bersiap untuk ngasak, yaitu mengumpulkan butir-butir padi yang terbuang. Dalam masyarakat Pesanggaran dan Banyuwangi pada umumnya, musim panen padi tidak bisa lepas dari para pengasak.
Lanjut ke halaman berikutnya…