Sumberagung - Ada tekad besar yang tergambar di paras Candra Aji Wahyu Kurnia Ananda. Apalagi jika ditanya tentang cita-citanya sebagai peselancar kelas dunia. Hanya saja, ia tidak menyampaikan dengan kata-kata tetapi dengan isyarat tangan. Bocah berusia dua belas tahun yang tinggal di Pulau Merah, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran ini tunarungu dan tunawicara.
“Dulu anak ini normal, tapi setelah jatuh dari gendongan ibunya jadi tidak bisa omong dan mendengar. Tapi, kadang-kadang ia merespon ketika dipanggil,” kata Yatimah, nenek Candra, yang merawatnya setelah kedua orangtua anak itu berpisah.
Candra sudah sudah bersahabat dengan ombak sejak usia tiga tahun. Kebiasaannya main di pantai membuat kulitnya sawo ekstramatang. Awalnya neneknya melarang karena cemas dan tidak tega, tapi Candra diam-diam tetap pergi ke laut.
Bocah pemalu ini mulai berlatih serius berselancar pada usia 5 tahun tahun tanpa bimbingan siapapun. “Candra itu selain baik sama teman juga sangat bersemangat, kalau latihan selancar tidak kenal waktu dan tidak pernah lelah. Meskipun ada kekurangan, dia tidak minder,” kata Heri Setiawan, teman dekat Candra.
Baca Lainnya :
Sebetulnya, Candra sempat berhenti berselancar. Saat ia kelas 1 SD, orangtuanya membawanya ke Papua. Ia baru berselancar lagi setelah kembali ke Pulau Merah dua tahun berikutnya.
Candra tak hanya berselancar di sekitar tempat tinggalnya, tapi juga berkelana menaklukkan ombak di Cilacap, Pacitan, sampai Dewata Bali. salah satu lomba yang ia ikuti adalah Gandrung Surf Competition 2019 yang di gelar di Pantai Pulau Merah, Banyuwangi pada Minggu, 6 Juli 2019.
Kegigihannya dan keseriusannya akhirnya berbuah manis dengan gelar juara keempat dalam ajang tersebut. Tak hanya itu, ia juga dinobatkan sebagai peselancar lokal terbaik.
Menurut Heri, Candra merupakan peselancar yang sangat baik. Dalam usianya yang masih sangat muda, Candra sudah berani berkompetisi dalam ajang internasional Surfing di Bali pada bulan Mei 2018 lalu. Meskipun gugur pada semifinal, prestasinya tetap membanggakan karena ajang ini bergengsi.
Candra membuktikan tanpa bicara—dalam artian sebenarnya—bahwa kekurangan tidak menjadi masalah untuk terus menggapai cita-cita. Pantang menyerah meskipun jatuh berkali-kali—dalam artian sebenarnya juga. Ia tetap optimis dan berusaha lebih baik lagi. (tiw)