Selasa, 22 Okt 2024
MENU
HUT Ke-79 RI

Asal-usul Nama Pertigaan Lowi Sumberagung

DI DESA Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi terdapat sebuah pertigaan yang cukup terkenal, yaitu pertigaan atau pertelon Lowi. Pertigaan ini merupakan sempalan jalan Sukomade di Sumberagung. Jalan Pancer bermula dari sini.

Sore itu Lowi ramai seperti biasanya. Beberapa kendaraan sedang berhenti menunggu kendaraan lain dari arah Pesanggaran atau Kandangan melintas. Lubang jalan tepat di pertigaan masih terisi air hujan. Di sisi barat pertigaan, beberapa orang tampak mengantre membeli gorengan.

Baca juga: Menelisik Misteri Gua Jepang di Meru Betiri 

Menurut Abu Amar, warga Sumberagung yang rumahnya tidak jauh dari pertigaan tersebut, dulu lokasi itu menjadi tempat pemberhentian penumpang angkutan umum. “Lowi kiri! Lowi kiri!,” kata Amar menirukan kernet atau sopir angkutan waktu itu. Teriakan tersebut untuk mengingatkan penumpang bahwa mereka sudah mendekati pertigaan Lowi. 


Baca Lainnya :

pertigaan lowi
Ong Loh Hwi dan Asijah.

Letak Lowi berjarak kurang lebih seratus meter dari balai desa Sumberagung. Tidak jauh dari pertigaan, di utara jalan, berdiri megah masjid Nurul Jadid.

Selain daerah sekitar pasar Silirbaru, Lowi merupakan pusat keramaian di Sumberagung. Di sekitarnya, ada beberapa toko, warung, hingga dealer. Dan satu lagi yang khas, tepat di sudut pertigaan, adalah penjual gorengan dan mi yang familiar bagi warga setempat, Cik Fang.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Cik Fang atau Mei Ling adalah wanita yang saat ini menempati rumah tua di sudut Lowi. Nama Lowi berhubungan erat dengan wanita ini. “Itu [Cik Fang] nama panggilan sejak kecil. Karena kebawa sampai sekarang, saya pergunakan untuk menamai usaha Mie Cik Fang,” katanya saat ditemui di tempat usahanya itu.

Cerita berawal dari kedatangan seorang remaja berasal dari Republik Rakyat Cina (RRC) bernama Ong Loh Hwi. Pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, dia tinggal di Muara Enim.

Baca juga: Tertukarnya Nama Gumuk Kancil dengan Gumuk Mantri

Waktu itu, Loh Hwi selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Sampai akhirnya tiba di Banyuwangi, tepatnya di Jajag. Tidak berapa lama kemudian, dia pindah lagi. Kali ini pilihannya jatuh di wilayah Pesanggaran.

Waktu itu, wilayah Pesanggaran masih menjadi satu kecamatan dengan Siliragung. Di sini, ia menikahi seorang perempuan Jawa bernama Asijah [baca: Asiyah]. Dia juga membuat sebuah rumah—saat ini berada di wilayah Dusun Tembakur, Desa Sumbermulyo.

Selain itu, ia juga mempunyai sebuah toko pracangan yang ia bangun pada 1935 di Silirbaru, Sumberagung. Bangunan ini masih ada hingga saat ini. Secara administratif, Desa Sumberagung belum ada. Kepala Desa Sumberagung pertama adalah Tajab. Ia memerintah pada 1948-1957.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Dari pernikahannya dengan Asijah, Koh Loh Hwi dikaruniai dua belas anak, delapan laki-laki dan empat perempuan. Dari anak sulung, yaitu Ong Kim Sing, Ong Kwe Wa, Ong Kim Wat, Ong Tjin Liong, Ong Chin Hong, Ong Chin Hok, Ong Chin Giok, Ong Chi Ik, Ong Siu Lan, Ong Chin An, Ong Chin Cwan, dan Ong Chin Sun.

Ong Loh Hwi wafat pada tanggal 28 Juni 1996. Dua tahun kemudian, istrinya juga meninggal dunia pada tanggal yang sama. Saat ini, tujuh orang anaknya juga telah tutup usia.

Baca juga: Sepenggal Cerita Tsunami Pancer

Anaknya yang kesebelas, Ong Chin Cwan atau yang akrab dipanggil Cowot, menempati rumahnya yang di Silirbaru. Dia menikahi seorang perempuan dari Surabaya bernama Mei Ling.

Mei Ling atau Cik Fang masih menempati rumah itu hingga saat ini. Ia mempunyai tiga orang anak, yaitu Ratna, Andreas, dan Jessica. Dua anaknya yang terakhir saat ini masih kuliah.

Nah, karena Koh Loh Hwi adalah orang yang membangun dan menempati rumah di pojok pertigaan Sumberagung tersebut, masyarakat kemudian menyebut pertigaan itu dengan nama pertelon atau pertigaan Lowi. (bay)