SEBUAH bukit kecil berdiri kokoh di pinggiran kampung. Sebagian punggung bukit itu dibiarkan kosong. Hanya rerumputan yang tumbuh menyelimutinya. Pohon Sambi dan Akasia juga tumbuh di sana. Meskipun tidak terlalu lebat, sudah bisa menjadi tempat berlindung dari sengatan sinar matahari siang itu, Rabu, 18 November 2020.
Di sisi yang lain, tanaman singkong yang ditanam warga tumbuh dengan subur. Begitu juga dengan tanaman buah naga. Warga menanam di sini dengan sistem sewa kepada pemerintah desa.
Baca juga: Sepenggal Cerita Tsunami Pancer
Angin yang berhembus pelan mampu menggoyang daun-daun singkong di hamparan tersebut, sedikit mengusir hawa panas siang itu. Dari atas bukit ini, hamparan sawah di wilayah Desa Pesanggaran dan Sumbermulyo terlihat menghijau.
Bukit kecil—dalam bahasa Jawa disebut gumuk—itu berlokasi di Dusun Silirbaru, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Warga mengenalnya dengan nama Gumuk Kancil.
Lahan ini juga pernah disewa oleh CV Lentara Swadaya untuk usaha ternak oleh selama satu periode jabatan kepala desa. Tapi, usaha tersebut sekarang sudah tutup.
Menurut penuturan Mbok Sijum, 80 tahun, gumuk tersebut sebenarnya bernama Gumuk Mantri. Nama tersebut masih berkaitan dengan seorang mantri kesehatan bernama Buhu. Dia adalah orang Belanda yang tinggal seorang diri di puncak bukit. Kehidupannya sedikit tertutup. Di sekitar gumuk belum banyak rumah penduduk. Konon, Buhu sengaja mengasingkan diri.
Lanjut ke halaman berikutnya…