MENU
Mayday 2024

Bermodal Tekad, Mardiyah Antar Anak-anaknya Sukses

PAGI-PAGI, matahari masih muda, Mardiyah, 55 tahun, sudah berkeliling menjajakan dagangannya yang kebanyakan berupa sayur-sayuran. Ada sebagian kecil lauk dan kue memenuhi keranjangnya, terbungkus dalam plastik-plastik kecil. 

Dia berkeliling tidak jauh dari rumahnya di Kampung Baru, Sarongan, dari rumah ke rumah, mendatangi pelanggannya, mengendarai sepeda motor peninggalan suaminya. Mardiyah telah menjalani profesi sebagai penjual sayur keliling selama 17 tahun, satu tahun setelah suaminya meninggal.

Baca juga: Menjadi Ibu untuk Anak-anak dan Lingkungan

Sepeninggal suaminya, dia harus menjadi kepala keluarga, memenuhi kebutuhan keluarganya, membesarkan anak-anaknya: Sri Utami dan Linatus Zuhria. Tahun pertama merupakan saat-saat yang berat baginya. "Saya harus bertanggung jawab menyekolahkan kedua putri saya sekaligus memenuhi kebutuhan sehari-hari," katanya.


Baca Lainnya :

penjual sayur keliling
Mardiyah dan barang dagangannya.

Untuk itu, Mardiyah mengaku pernah berjualan es di SD dekat rumahnya, hingga mencari kayu bakar di hutan. "Apa saja saya kerjakan asal halal," tuturnya.

Beruntung bagi Mardiyah, suaminya meninggalkan sebuah motor. Dia pun mulai berpikir untuk memanfaatkannya. Pilihannya jatuh pada berjualan sayur keliling atau warga setempat menyebutnya mlijo.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Sejak saat itu, dia pun menjalani pekerjaan barunya sebagai mlijo. Sayur yang dia jual didapat dari pasar Sarongan, dari para langganannya. Keuntungan yang didapatnya lumayan, omzetnya bisa mencapai 400-500 ribu rupiah dalam sehari. Tapi kalau pas sepi, misalnya saat hujan, angka itu bisa menurun drastis.

"Saya pernah hanya mendapat 150 ribu rupiah. Itu pun belum dipotong modal belanja barang dan bahan bakar," katanya.

Meskipun demikian, Mardiyah tidak menyerah. Setiap hari dia jalani profesinya itu dengan sabar. Dia akan libur apabila sedang tidak enak badan atau ada urusan keluarga. Tak terasa kini kedua putrinya sudah dewasa dan bekerja. Si sulung, Sri Utami, menjadi manajer di salah satu hotel ternama di Banyuwangi. Sedangkan adiknya, Linatus Zuhria, menjadi guru SMA Negeri Pesanggaran.

Mardiyah kini sudah tidak muda lagi. Dia mengaku diminta anak-anaknya untuk berhenti bekerja. Namun, dia bergeming. Dia tidak mau menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya. "Lagian, apa enaknya berdiam diri di rumah tanpa bekerja," katanya. "Saya bersyukur karena mereka kini telah mandiri."

Lanjut ke halaman berikutnya...

Sementara itu, Lina merasa bangga memiliki sosok ibu seperti Mardiyah. Meskipun hanya menjadi penjual sayur, dia mengaku sangat menyayangi dan mengidolakan ibunya itu. "Beliau adalah sosok pekerja keras dan penuh tanggung jawab," ungkapnya.

Lina masih ingat bagaimana Mardiyah mendidik dirinya dan kakaknya. Meskipun kini mereka sudah bekerja, Mardiyah masih sering menasehati anak-anaknya mengenai pekerjaan. Ibunya selalu berpesan agar bekerja keras hingga tuntas. (gil)