Sabtu, 20 Apr 2024
MENU
Ramadan 2024

Tumpeng Pitu, Ritual 1 Suro di Pulau Merah

Sumberagung – Sore hari, Kamis, 20 Agustus 2020 pukul 16.30, matahari sudah bersiap kembali ke peraduan ketika warga Pulau Merah mengarak tumpeng pitu (tumpeng berjumlah tujuh nampan) dan menderetkannya di pantai.

Ombak masih saja berdebur keras menghempas pantai di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran ini, sementara warga memulai sikap khidmatnya. Mbah Bibit, 80 tahun, tokoh adat Pulau Merah, mulai berkomat-kamit membacakan doa pujian kepada Sang Pencipta.

Bagai terhipnotis, kepala para peserta ritual segera menunduk mengarah ke pasir pantai. Mereka adalah pengelola wisata, pedagang, dan pengunjung wisata. Dalam formasi mengitari tumpeng pitu, mereka lebur dalam kekhidmatan.

Baca juga: Warga Sumberagung Terima Bantuan JPS Tahap Kedua


Baca Lainnya :

Selesai memanjatkan doa, Mbah Bibit beranjak mendekati air laut sambil membawa uba rampai (ubo rampe, Jawa, red.). Dengan mulut yang masih berkomat-kamit, dia melepasnya ke laut yang segera disambar ombak laut sore itu.

Setelah Mbah Bibit selesai memimpin ritual, giliran warga yang sibuk membagikan makanan kepada semua yang hadir.   

Masyarakat Jawa memperingati pergantian tahun baru setiap 1 Suro atau 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah. Mereka memperingatinya dengan berbagai macam ritual yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Beda daerah, beda pula cara memperingatinya.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Masyarakat pesisir pantai selatan Kabupaten Banyuwangi, seperti Lampon dan Rajegwesi, memperingati 1 Suro dengan mengadakan petik laut. “Sebelum Corona, kita biasanya juga mengadakan ruwatan wayang kulit,” kata Ketua Pokmas Wisata Pulau Merah, Poniran.

tumpeng pitu pm 2
Mbah Bibit melepas uba rampai ke laut Pulau Merah.

Tradisi perayaan Tumpeng Pitu adalah reaksi spiritual warga ketika banyak korban jiwa di laut Pulau Merah, baik pengunjung ataupun masyarakat sekitar wisata. Kemudian para sesepuh kampung menganjurkan agar warga mengadakan ritual khusus.

Warga mulai mengadakan perayaan ini sejak Pulau Merah menjadi daerah wisata delapan tahun lalu. Menurut Suyitno, warga setempat, tumpeng yang dibuat untuk perayaan ini haruslah lengkap.

Baca juga: Pokmas Pulau Merah Gelar Kompetisi Surfing

Selain nasi, juga ada ingkung (ayam yang dimasak secara utuh), buah-buahan, jenang suro, dan polo pendem (umbi-umbian). “Semuanya harus tujuh jenis. Kalaupun memakai kambing, jumlahnya juga harus tujuh,” kata Suyitno yang sehari-hari berprofesi sebagai lifeguard di Pulau Merah ini kepada Sedulur.  

Sementara dipilihnya angka tujuh karena dalam keyakinan Jawa, menurut Mbah Bibit, bermakna filosofis yang dalam. “Angka tujuh dalam Bahasa Jawa berarti pitu yang mempunyai makna pitulungan (pertolongan), pituduh (petunjuk), pitutur (nasehat),” katanya. (ala)