IDA FAUZIAH dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banyuwangi menjelaskan bahwa Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) Dana Desa wajib disetorkan ke Rekening Kas Negara (RKN).
“Jangan kemudian dalam membuat pertanggungjawaban disesuaikan dengan [rencana] anggaran. Apalagi mengarang dengan membuat SILPA Dana Desa nol,” katanya saat berdiskusi tentang pengelolaan keuangan desa di balai desa Sumbermulyo, Pesanggaran pada Rabu, 25 November 2020. Diskusi ini diikuti oleh perangkat desa wilayah Kecamatan Pesanggaran.
Baca juga: Begini Pesan Psikolog Kepada Orang Tua dalam Mendidik Anak
Ida mencontohkan sebuah proyek pavingisasi seluas 100 meter persegi. Dalam rencana anggaran, proyek tersebut akan menghabiskan biaya Rp100 juta. Ternyata, dalam negosiasi dengan penyedia barang, pelaksana memperoleh harga di bawahnya.
Baca Lainnya :
Sudah bisa dipastikan akan ada kelebihan anggaran. Jika terjadi demikian, menurutnya ada dua pilihan: menambah volume proyek atau mengembalikan sisa anggaran ke kas negara.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa harus realtime. Nilainya adalah pada saat realisasi. Bukan saat perencanaan. Sebelum surat permohonan pembayaran dikeluarkan, bukti belanjanya harus sudah ada. Hal ini merupakan tujuan pokok dan dan fungsi (tupoksi) pelaksana kegiatan.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Apabila pelaksana kesulitan, menurut Ida boleh meminta bantuan kepada pelaksana yang lain. Atau bisa juga meminta bantuan kepada bendahara atau sekretaris. "Karena pada prinsipnya, tujuannya adalah untuk [kebaikan] semua," ucapnya.
Apabila sebuah usulan belum diketahui pagunya, desa harus tetap menentukan kegiatan prioritasnya. Harga unit yang tertera dalam rencana anggaran belanja (RAB) masih berdasarkan standar harga yang belum pasti. Yaitu, rata-rata harga dari penyedia atau vendor masing-masing. "Harga yang menjadi patokan [pelaporan] adalah saat terjadi negosiasi dengan penyedia barang atau jasa,” katanya.
Baca juga: Musim Hujan? Waspadai Demam Berdarah!
Untuk program atau kegiatan yang pagu anggarannya sudah ada, pelaksana dapat segera membuat perencanaan pekerjaan. Ketika realisasi, bisa saja biaya lebih kecil dari pagu anggaran karena harga dari penyedia lebih rendah dari harga perkiraan.
Dalam kesempatan tersebut, Ida juga menjelaskan tugas-tugas perangkat desa. Sekretaris desa (sekdes), sebutnya, berfungsi selaku verifikator penggunaan dana APBDes. Apabila pelaksana kegiatan mengalami kesulitan untuk membuat laporan pertanggungjawaban, Sekdes berkewajiban untuk membantu mencarikan solusi.
Misalnya, pelaksana tidak mengerti teknologi informasi atau IT, sekdes dapat mengusulkan agar pelaksana tersebut mendapat pelatihan sampai bisa. Apabila kendalanya tidak memahami administrasi, yang bersangkutan harus bisa memperoleh pengetahuan mengenai hal itu.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Jika pelaksana kegiatan sudah tahu; sering kali melakukan kesalahan; dan tidak mau menerima saran atau diingatkan, ia tidak lagi membutuhkan pelatihan. Orang seperti ini harus dievaluasi kinerjanya. Dapat dikatakan, ia memahami tupoksi jabatannya tapi kurang bertanggung jawab.
Jika seperti ini, sekdes bisa mengusulkan kepada kepala desa agar yang bersangkutan ditegur. Bisa secara lisan atau tertulis. Akan tetapi, harus ditanya juga tentang kesanggupannya untuk menempati jabatannya.
“Kalau dia merasa sudah tidak nyaman dan tidak melaksanakan fungsinya, ya, harus diambil sikap supaya tidak menghambat pekerjaan,” kata Ida.
Lebih jauh Ida menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki tujuan yang sama, yakni untuk membangun desa. Dalam hal ini, perangkat desa harus bisa mendukung dan menjadi tim kerja yang harmonis.
Kesadaran terhadap tanggung jawab pekerjaan harus diimplementasikan. Dalam bekerja harus saling mengayomi dan saling memberi kenyamanan. (bay)