MASYARAKAT mulai banyak menggemari gula jawa atau gula merah lagi karena dianggap memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Tidak mengherankan, di beberapa tempat, jika usaha membuat gula jawa masih bertahan.
Di Kampung Kebon Minyak, Dusun Krajan, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, misalnya, masih ada enam keluarga yang memproduksi gula jawa setiap hari. Salah satunya adalah Wagiyanto, 50 tahun, dan istrinya Siti Muntamah, 43 tahun.
Baca juga: Asa Sofyan Membuat Pupuk dan Pertanian Organik
Pasangan ini mengaku sudah membuat gula merah sejak tahun 1995. Saat itu, mereka bingung mau usaha apa untuk kebutuhan keluarga karena tidak memiliki lahan pertanian. Siti sempat ingin pergi ke luar negeri, tetapi sang suami tidak mengizinkannya.
Baca Lainnya :
Beruntung ada salah seorang tetangganya yang membuat gula jawa. Mereka pun belajar darinya dan memutuskan untuk membuat gula jawa sebagai pekerjaan setiap hari. Ternyata, setelah menjalaninya, mereka cukup senang dengan pekerjaan ini karena menguntungkan.
"Waktu itu harganya masih Rp1.000 per kilogramnya," kata Giyanto mengenang masa-masa awal dia membuat gula jawa.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Mulai pukul empat pagi, Giyanto sudah harus naik turun memanjat 35 pohon kelapa untuk mengambil nira. Sekitar pukul 10 siang, semua nira telah dia turunkan. "Dari 35 pohon tersebut per harinya bisa memperoleh nira kelapa sebanyak 90 liter," katanya.
Pohon-pohon kelapa tersebut bukanlah milik Giyanto sendiri. Dia menyewanya kepada warga dengan cara bagi hasil. Pemilik pohon memperoleh bagian 1 ons gula per pohon setiap harinya. Pembayarannya diberikan setiap 10 hari sekali.
Baca juga: Tangan-tangan Terampil Hasilkan Tas Belanja yang Kuat
Setelah mengumpulkan sadapan di pagi hari, Siti, istrinya, telah menyiapkan wajan besar di atas tungku untuk menggodok nira. Menurutnya, untuk hasil terbaik membutuhkan waktu selama tiga sampai empat jam hingga nira mengental. Kemudian, nira tersebut ditaruh ke dalam cetakan bambu atau plastik, ditunggu hingga dingin dan mengeras. Setelah jadi gula, mereka menjualnya ke pasar atau para pengepul.
Menurut Giyanto, produksi gula jawa sangat tergantung musim. Pada musim pancaroba seperti sekarang ini, produksi tidak stabil. "Saya bisa menghasilkan, paling sedikit, 15 kilogram per hari. Umumnya 20-an kilogram," ucapnya, "harganya pun lumayan, Rp13.000 per kilogram."
Sorenya, Giyanto kembali memanjat pohon-pohon kelapa itu. Kali ini dengan tujuan lain, yaitu memangkas manggar agar mengeluarkan nira. Setelah dipangkas, sebuah jeriken dipasang di bawahnya untuk menampung nira yang keluar dari manggar. Esok paginya, nira yang terkumpul dalam jeriken diturunkan untuk dimasak.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Meskipun berat, Giyanto dan Siti merasa pekerjaannya ini telah memberkahi keluarga kecilnya. Putra sulungnya, Happy Ramadhan, saat ini, sedang kuliah pelayaran di Yogyakarta, sedangkan adik perempuannya, Septa Angelia Rahmawati, saat ini, masih sekolah di sebuah MTs swasta di Siliragung. "Yang penting anak-anak bisa sekolah dengan baik," ujarnya. (gil)