Mitos unik seputar gerhana bulan tersebut, menurut Mbah Katini, diwariskan secara turun-temurun oleh para sesepuh sebelumnya.
MASYARAKAT Rajegwesi, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, berkumpul di pinggir pesisir pantai Rajegwesi demi menyaksikan gerhana bulan, Rabu, 26 Mei 2021.
Sebagian warga yang enggan ke pantai, mereka cukup keluar rumah menyaksikan fenomena alam ini dari halaman rumah masing-masing. "Saya baru kali pertama ini menyaksikan fenomena alam gerhana bulan ini. Jadi ingin tahu," ujar Sulastri, warga Rajegwesi.
Baca juga: Idul Fitri, Silaturahmi, dan Ketupat
Dilansir dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Banyuwangi, fenomena gerhana bulan tahun ini adalah gerhana bulan paling lama, yaitu terjadi sekitar pukul 18.09 WIB dan puncaknya pada pukul 18.21 WIB.
Baca Lainnya :
Mengenai hal ini, Mbah Katini, 75 tahun, warga Rajegwesi, menceritakan mengenai mitos yang berkembang pada zaman dahulu saat gerhana terjadi. Menurutnya, hal itu terjadi karena ada raksasa atau buto dalam istilah Jawa, yang memakan bulan/matahari.
Pada masa mudanya, apabila terjadi fenomena alam ini, masyarakat akan beramai-ramai memukul lesung, panci, dan peralatan dapur lainnya. Keramaian yang dibuat tersebut bertujuan untuk mengusir raksasa penyebab gerhana.
Lanjut ke halaman berikutnya...
"Pokoknya, dulu setiap ada gerhana masyarakat langsung mengambil peralatan memasak dan memukulnya agar buto tidak makan bulan," ujarnya.
Mitos unik seputar fenomena alam tersebut, menurut Mbah Katini, diwariskan secara turun-temurun oleh para sesepuh sebelumnya. Selain mitos bulan dimakan buto, Mbah Katini juga mengatakan bahwa adanya gerhana bulan juga menjadi pertanda ada wabah penyakit yang datang.
Baca juga: Suasana Akrab di Buka Puasa Perangkat Desa Sumberagung
Sementara itu, masyarakat yang beragama Islam dianjurkan untuk menunaikan salat saat terjadi gerhana: salat kusuf saat gerhana matahari dan khusuf saat gerhana bulan.
Menurut H. Romlie Alamsyah, tokoh agama Rajegwesi, saat ada fenomena alam seperti gerhana, manusia harus lebih mendekatkan diri kepada Allah. "Agar manusia senantiasa mengingat kebesaran Allah SWT serta menjalankan salah satu sunnah yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW dan menghapus musyrik dan tahayul," tutur H. Romlie.
Sementara sebagian masyarakat melihat gerhana bulan, jamaah Masjid Nurul Islam Rajegwesi tidak langsung pulang selepas salat magrib. Di masjid yang baru direnovasi tersebut, mereka melanjutkan berzikir dan menunaikan ibadah salat gerhana. (gil)