Sekelompok pemuda Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Sumberagung (Kompas) merintis usaha pembuatan peti buah naga terbuat dari kayu. Tempat produksinya berada di utara masjid jami Nurul Jadid Rejoagung, Desa Sumberagung.
Usaha pembuatan peti kayu ini diawali dari diskusi Kompas dengan Community Affairs PT Bumi Suksesindo (BSI). Dari hasil diskusi ini, pihak PT BSI setuju membantu pengadaan gergaji sawmill.
“Dulu keseharian kami cuma nongkrong,” kata Ketua Kompas, Slamet Riyanto, mengenang masa lalunya dan teman-temannya.
Seperti wilayah Kecamatan Pesanggaran lainnya, Desa Sumberagung merupakan penghasil buah naga yang besar. Namun, peti kemas masih membeli dari desa lain, seperti dari Desa Sumbermulyo, Desa Pesanggaran, bahkan dari Kecamatan Siliragung, atau Kecamatan Bangorejo. Belum ada orang atau kelompok yang memproduksinya di Desa Sumberagung.
Baca Lainnya :
Saat ini, pemuda Kompas masih membuat 150-200 kotak per hari, karena belum puncak produksi buah naga. Pada puncak panen buah naga, diperkirakan produksi peti kemas bisa mencapai 500 kotak per hari.
“Puncak panen diperkirakan dua bulanan lagi,” tutur pemuda yang akrab disapa Riyan ini.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Harga jual peti kemas ini 12 ribu rupiah per kotak apabila pembeli mengambil di tempat produksi. Kalau diantar ke petani, harga 13 ribu rupiah. Sementara itu, biaya produksi per kotak 10 ribu rupiah.
Tantangannya, lanjut Riyan, peti kemas buatannya harus terjual maksimum tiga hari setelah produksi. Tujuannya untuk mempertahankan berat kotak di angka 7 kg. Tidak bisa disimpan lebih lama karena akan susut.
“Jika susut pembeli tidak mau beli, karena bobot kotak akan lebih ringan,” ujarnya.
Mengapa demikian? Karena pembeli buah naga di Jakarta, di Jogja dan di luar Jawa selalu menghitung bobot kotak 4 kg. Pedagang buah naga mengharapkan saat ditimbang beratnya lebih berat dari peti kemas ini sebagai tambahan penghasilan.
Saat ini, Kompas mempekerjakan sembilan orang anggota: 3 orang penggergaji dan 6 orang pembuat peti.
Terbentuknya Kompas sebenarnya berawal dari kegelisahan para pemuda anggotanya. Mereka lelah selalu dipandang negatif oleh masyarakat. Pengganggu dan pembuat onar. “Kami juga ingin berbuat baik untuk masyarakat,” tutur Riyan.
Kegiatan pertama yang dijalankan adalah pengadaan lampu penerangan jalan sebanyak 36 titik. Program ini merupakan program kerjasama segitiga: Kompas, Dinas Perhubungan (Dishub), dan PT BSI. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga membantu distribusi sembako warga miskin terdampak Covid-19.
Selain itu, Kompas terlibat dalam kegiatan sosial selama Ramadan: pembagian takjil dan masker kepada pengguna jalan setiap sore hari. Kegiatan ini dipusatkan di Posko Covid-19 kantor Kecamatan Pesanggaran. (zam)