Pesanggaran – Pejuang sejati, kata itu terasa pantas disematkan pada Pairin, penjual ikan bersepeda, warga Dusun Ringinagung, Desa Pesanggaran. Pada usia yang sudah 62 tahun, ia masih gigih berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Meskipun berat, dia lebih memilih pekerjaan tersebut. Padahal banyak orang-orang di luar, dalam usia rentanya, lebih memilih pekerjaan yang ringan: meminta-minta. Atau berdiam diri di rumah mengandalkan pemberian anak-anaknya.
Siang itu, Minggu, 23 Agustus 2020, Sedulur bertemu dengannya di jalan menuju pantai Pulau Merah. “Iwaaak… Iwaaak…,” teriaknya parau. Belum genap 20 meter, Pairin berhenti karena teriakan seorang calon pembeli.
Baca juga: Usaha Ternak Kambing di Tengah Kesibukan
Baca Lainnya :
Segera setelah seorang lelaki mendekatinya, Pairin mengeluarkan beberapa ekor ikan dari dalam jerigen. Dia sebutkan harga-harga ikan yang dia jual sambil membumbuinya dengan kalimat-kalimat promosi.
Syukurlah, lelaki tersebut tertarik. Setelah sedikit tawar-menawar, dia mengeluarkan selembar uang dan menyerahkannya kepada Pairin.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Pairin menggagalkan niatnya untuk beranjak ketika mengetahui Sedulur mendatanginya. Senyumnya pun mengembang, menyamarkan roman muka lelahnya. Namun, dia gagal. Bulir-bulir peluh di wajah dan nafasnya yang tersengal sudah cukup menunjukkan kalau penjual ikan ini lelah.
Si pembeli sudah beranjak, tetapi Pairin masih bertahan demi meladeni Sedulur yang tidak membeli apa pun: hanya ngobrol.
Setiap pagi, Pairin mulai bercerita, dia berangkat menuju pelabuhan Pancer untuk membeli ikan dari nelayan. Sebuah sepeda (jengki) butut dan sepasang jerigen—dia menyebutnya tobos—yang tidak kalah usang selalu setia menemaninya.
Sebenarnya, ada motor milik anaknya di rumah. Dia tetap bersepeda. Selain karena tidak bisa mengendarainya, Pairin menganggap anaknya lebih membutuhkan.
Baca juga: Ganti Profesi, Pantang Menyerah Gegara Wabah
Setelah tobos terisi ikan, lelaki dua anak ini berkeliling kampung menjajakannya, menempuh jarak tidak kurang dari 10 km. Pada saat sedang bernasib baik, ikannya habis terjual ketika dia sampai di rumahnya, Ringinagung. Akan tetapi, apabila belum habis, dia terpaksa menambah jarak tempuhnya.
“Kalau tidak habis saya berikan kepada para tetangga,” kata Pairin.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Sejak anaknya yang pertama lahir, Pairin mulai berjualan ikan. Waktu itu, tidak ada pilihan lain yang bisa dia kerjakan untuk menghasilkan uang. Dia mendengar jualan ikan sangat menguntungkan, bisa dua kali lipat dari modal. Pairin pun mencobanya.
“Waktu itu belum banyak pesaingnya,” katanya sambil pura-pura merapikan dagangannya.
Kini, sudah 30 tahun lebih dia jalani profesi yang tidak menjadikannya kaya raya itu. Dia tidak menyesalinya. Dengan berjualan ikan inilah Pairin membiayai keluarganya, membesarkan kedua anaknya yang kini sudah berkeluarga. (ala)