Sedulur, Pesanggaran - Perselisihan antara Kelompok Tani Hutan (KTH) Wonoasih Makmur Sejahtera dan juga panitia Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi memasuki babak baru. Masyarakat dan pihak TMKH meminta kepada Pemerintah Desa Sumberagung agar membantu memfasilitasi proses tukar guling tanah di Pulau Merah. Mereka juga meminta penggantian Ketua KTH Wonoasih yang susah diajak berkomunikasi. Pertemuan pun terlaksana pada Jumat, 17 Mei 2024. "Pertemuan ini menindaklanjuti permohonan dari masyarakat yang menghendaki pencabutan sebuah Surat Keputusan (SK)," kata Kepala Desa Sumberagung Vivin Agustin. Mengenai permasalahan ini, Vivin mengaku telah bertemu dengan kedua belah pihak dan menerima penjelasan mengenai duduk perkaranya. Adanya pertemuan ini, menurut Vivin, sebagai upaya mencari jalan keluar persoalan yang terjadi. Dia berharap kedua kelompok kemudian bisa berdiskusi dengan baik untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Sayangnya, pihak KTH tidak hadir dalam forum ini. “Persoalan ini sudah lama. Selaku pemerintah desa, saya akan mengikuti kemauan masyarakat selama prosedurnya benar," ujarnya. Mengenai hal ini, Ketua Ppanitia TMKH Hariyadi menjelaskan bahwa proses tukar guling lahan kawasan hutan telah bergulir sejak 2006. Namun, saat ini mengalami kebuntuan karena pihak KTH menutup diri tidak mau melepaskan lahan kepada siapa pun meskipun hanya 1 meter. "Termasuk kepada TMKH. Pihak KTH bisa menyetujui permintaan pelepasan lahan yang diminta TMKH apabila mendapatkan ganti lahan seluas SK yang dimilikinya," terang Hariyadi. Hariyadi mengungkapkan, Panitia TMKH mengajukan lahan perhutanan sosial seluas 152 hektare untuk dapat menjadi hak milik warga. Lahan tersebut terdiri dari lahan pemukiman dan lahan untuk pertanian. Ternyata, lahan yang dimohonkan tersebut seluas 74 hektare masuk IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) PT Bumi Suksesindo (BSI) dan lahan seluas 78 hektare masuk dalam peta pengelolaan KTH. "Setelah kita melakukan dialog, lahan yang masuk IPPKH Bumi Suksesindo, perusahaan bersedia mengeluarkan dari perizinannya," katanya. Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) yang dimiliki, lahan perhutanan sosial yang dikelola KTH Wonoasih Makmur Sejahtera sekitar 2.452,02 hektare. Lahan tersebut sepertinya juga masuk IPPKH PT Bumi Suksesindo, Hariyadi menambahkan. Mengenai tukar guling ini, pihak KTH bersikukuh bisa menyetujui permintaan pelepasan lahan yang diminta TMKH apabila mendapatkan gantinya atau tetap mendapatkan lahan seluas SK yang dimilikinya. Sementara itu, pendamping Perhutanan Sosial Fikri mengatakan, TMKH dengan perhutanan sosial memiliki kamar yang berbeda. Hasil koordinasi dengan pihak Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Yogyakarta mengenai permohonan TMKH seluas 152 hektare di wilayah Pancer tiga tahun terakhir menunjukkan percepatan yang signifikan. Fikri mengaku pernah ditugaskan untuk melakukan mitigasi tapal batas lahan yang terdiri dari permukiman dan lahan pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 107/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/1/2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) antara KTH Wonoasih Makmur Sejahtera dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banyuwangi Selatan, seluas 2.452,02 hektare pada kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), terdapat klausul mengenai Nota Kesepakatan Kerja Sama (NKK) yang tidak ditulis nomor registrasinya (hal. 2 huruf d). Menurut Fikri, hal tersebut karena pada waktu hendak diserahkan oleh bupati, kepala desa, ketua kelompok, dan KPH Banyuwangi Selatan tidak ada dan kemudian dilindungi oleh Bidang Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) yang ada di Madiun. Selain itu, pemohon, dalam hal ini KTH Wono Asih Makmur Sejahtera, tidak memahami lahan yang diajukan karena dari total lahan yang diajukan masuk dalam IPPKH PT Bumi Suksesindo yang dua tahun kemudian akan dieksplorasi. Dari turunan poin klausul tersebut, terdapat kesepakatan yang nantinya akan dilampiri peta indikatif perhutanan sosial. Bagi para petani yang terdaftar dalam skema pengelolaan hutan berupa kerja sama antara masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani, baik di hutan produksi maupun hutan lindung (Kulin KK) atau masuk kawasan pangkuan, wajib membayar PNPB setiap tahunnya sejak SK diterbitkan pada tahun 2020. "Pertanyaannya saat ini, para petani tidak mempunyai PKS PNBP karena tidak memiliki kesepakatan kerja sama. Dasar masyarakat petani hutan membayar pendapatan negara bukan pajak adalah PKS PNPB," ungkap Fikri. "Jika tidak melakukan pembayaran, perizinannya akan dicabut.” Ketika kelompok sudah mendapatkan SK harus melakukan koordinasi dengan pemerintah desa guna melakukan tapal batas dan andil garap. Selain itu, juga harus membuat Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan Negara (RKUPHN) selama 5-10 tahun. Tegasnya, negara tidak mungkin akan memberikan hak kelola apabila hutan tidak dipergunakan. Setelah SK diterbitkan, tugas kelompok KTH juga harus melaksanakan perencanaan pembagian lahan sampai mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). "Jika tidak dilakukan, SK (surat keputusan) harus dicabut," tuturnya. (bay)Baca Lainnya :