Jumat, 22 Nov 2024
MENU
HUT Ke-79 RI

Manfaatkan Tongkol Jagung untuk Budi Daya Jamur

AKHIR-AKHIR ini, muncul pemberitaan mengenai larangan peredaran jamur enoki karena temuan kontaminasi bakteri Listeria monocytogenes penyebab penyakit listeriosis. Sementara, jamur impor asal Korea tersebut sudah banyak merambah hingga ke pelosok daerah. Beberapa tukang sayur di Pesanggaran keliling menjual jamur jenis ini.

Larangan tersebut mendorong masyarakat beralih mengonsumsi jamur produksi lokal yang dianggap mirip dengan jamur enoki dan lebih aman dikonsumsi.

Baca juga: Mengintip Sate Bekicot Buatan Febe

Seperti yang dilakukan oleh seorang warga Dusun Sumberbopong, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Bambang Sutrisno. Lelaki ini mencoba budi daya jamur mirip enoki dari tongkol jagung.


Baca Lainnya :

budi daya jamur 1
Seorang warga melihat kumbung jamur Bambang.

Bambang terkenal sebagai seorang tukang kayu. Dia bisa membuat jendela, pintu, dan barang-barang dari kayu lainnya. Ia juga biasa mengerjakan bangunan di wilayahnya sebagai tukang batu.

Sejak pandemi, permintaan terhadap jasanya terus menurun. Dia lebih banyak menganggur. Sampai suatu hari dia menemukan tutorial budi daya jamur. "Awalnya hanya coba-coba dengan berpanduan youtube dan google. Ternyata cukup menguntungkan dan direspon sangat baik di masyarakat," ujar Bambang.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Kemudian, Bambang mendiskusikan apa yang diketahuinya itu dengan teman-temannya yang lulusan sarjana pertanian. Di sisi lain, di sekitar rumahnya banyak tersedia tongkol jagung atau janggel.

Kebetulan, para petani di daerahnya sedang panen jagung. Selama ini, mereka hanya mengambil biji jagung untuk dijual atau dibuat olahan makanan. Sedangkan tongkolnya dibuang begitu saja.

"Ternyata cukup mudah dan modalnya juga tidak terlalu besar," ujarnya.

Baca juga: Martabak Sasa di Patung Pahlawan

Ia lantas membuat kumbung. Setelah kumbung jadi, Bambang mengumpulkan tongkol jagung dan menaruhnya di dalam kumbung dengan beralaskan plastik. Tongkol jagung tersebut dicampur dengan ragi tape, dedak, dan urea.

Campuran tersebut didiamkan dalam kumbung selama dua minggu. Dengan rentang waktu tersebut, jamur akan tumbuh dan bisa mulai dipanen.

“Namun, tongkol tersebut hanya dapat digunakan sekali saja untuk memproduksi jamur. Setelah panen, dibuang dan diganti tongkol baru," tuturnya.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Karena permintaan jamur janggel, demikian dia menyebutnya, cukup tinggi, ia berencana menambah kumbungnya. Saat ini, dia memiliki dua kumbung dan berencana akan menambah tiga kumbung lagi.

“Per kilo saya jual seharga Rp30 ribu. Biasanya masyarakat membelinya untuk ditumis atau dibuat jamur crispy,” kata Bambang. Bambang mengingatkan agar tongkol jagung dijaga, tidak sampai dimakan rayap. Apabila tongkol dimakan rayap, bisa dipastikan panen akan gagal. (gil)