Sedulur, Pesanggaran - Acara Bersih Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi menampilkan sajian wayang kulit dengan lakon yang menarik “Wahyu Makutharama”, Kamis, 23 Mei 2024.
Cerita berlatar politik kepemimpinan ini dibawakan oleh dalang Ki Ichwan Dwi Purbo Carito. Dengan kepiawaiannya, penampilan dalang asal Tamansari, Polean, Tegalsari, Banyuwangi ini mampu memukau pecinta wayang Pesanggaran dan sekitarnya.
Pagelaran wayang kulit ini merupakan bagian dari rangkaian acara Bersih Desa Sumberagung 2024, seperti doa lintas agama, selamatan, dan kenduri.
Dalam tradisi pewayangan, Wahyu Makhutarama merupakan wahyu ilahi yang diturunkan kepada seorang pemimpin yang sedang menghadapi permasalahan kepemimpinannya. Wahyu ini menjadi petunjuk dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Baca Lainnya :
"Wahyu ini dikenal dengan Hasta Brata," kata Ki Dalang Ichwan saat melakonkan ceritanya.
Cerita Wahyu Makutharama bermula ketika Prabu Duryudana dari Astina mendapatkan wangsit melalui mimpinya, "Barang siapa bisa memiliki Makuta Sri Batara Rama, maka ia akan menjadi sakti dan menurunkan raja-raja besar”.
Duryudana pun menitahkan Adipati Karna untuk pergi ke pertapaan Swelagiri di Gunung Kutharungu. Sesampainya di sana, Adipati Karna bertemu dengan Hanoman yang ditugaskan menjaga Swelogiri oleh Panembahan Kesawasidi ketika ia sedang bersemadi.
Kepada Hanoman, Karna kemudian mengungkapkan maksud dan tujuannya datang ke pertapaan. Namun, Hanoman tidak mengizinkannya untuk melanjutkan niatnya karena sang panembahan sedang bersemadi.
Dua tokoh sakti itu pun kemudian berselisih. Tidak selang berapa lama, mereka bertarung sengit. Keuletan Hanoman dalam pertarungan memaksa Karna untuk mengeluarkan senjata saktinya Kuntawijayandanu. Namun, senjata tersebut dapat diatasi dengan mudah oleh Hanoman. Bahkan, Hanoman berhasil merebutnya.
Adipati Karna yang kehabisan akal lalu memutuskan kembali ke Awangga. Dia menolak pulang ke Astina karena belum berhasil menjalankan tugasnya.
Disisi lain, Pandawa yang juga menginginkan Makutharama mengutus Arjuna. Putra ketiga Pandawa ini ditemani oleh Punakawan dalam perjalanannya menuju Swelagiri.
Rombongan kecil ini harus menjalani laku yang tidak gampang. Satu waktu, mereka dihadang beberapa raksasa yang mengganggunya. Namun, Arjuna dengan kesaktiannya mampu dengan mudah melumpuhkan para raksasa.
Setibanya di Swelagiri, Panembahan Kesawasidi baru saja menyelesaikan semadinya. Sang resi pun mengetahui insiden antara Hanuman dan Karna. Dia pun menegur Hanoman dan memerintahkannya untuk bertapa dan memohon ampun atas kesalahannya di Kendhalisada.
Sementara itu, Arjuna lalu menjelaskan maksud kedatangannya kepada Panembahan Kesawasidi. Menurut Panembahan Kesawasidi, Makutharama sebenarnya bukanlah sebuah benda atau barang.
Wahyu Makutharama merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan dan budi pekerti raja yang sempurna. Pengetahuan itu diajarkan secara lengkap kepada Arjuna, bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat dasar alam semesta, yakni matahari, bulan, bintang, mendung, bumi, samudra, api, dan angin.
Setelah memberikan penjelasan, Panembahan Kesawasidi menyerahkan pusaka Kuntawijayandanu yang sempat direbut Hanoman dari Adipati Karna kepada Arjuna. Ia meminta agar pusaka itu dikembalikan kepada Adipati Karna. Arjuna menyanggupi perintah tersebut lantas bertolak dari Swelagiri.
Tanpa sepengetahuan Arjuna, Panembahan Kesawasidi berubah ke wujud aslinya dan menjadi Prabu Kresna. Ia kemudian membuntuti perjalanan Arjuna pulang kembali ke Negeri Amarta secara diam-diam.
Ketika itu, di Negeri Amarta, para Pandawa, punggawa, dan sahabat tengah gelisah memikirkan Arjuna yang tak kunjung kembali dari tugasnya mencari Makutharama.
Selain itu, Prabu Kresna dari Dwarawati, yang merupakan patron dekat Pandawa, juga telah lama tidak berkunjung ke Amarta.
Sebagai saudara tertua Pandawa, Puntadewa kemudian memerintahkan adiknya Werkudara untuk mencari Prabu Kresna dan Gatotkaca anak dari Werkudara mencari Arjuna.
Terpisah, pada waktu yang sama, istri Arjuna Dewi Subadra dan Dewi Srikandi juga tengah mengkhawatirkan suaminya Arjuna yang tak kunjung kembali.
Mereka menyampaikan keluh kesahnya kepada Batara Narada. Dengan kesaktiannya, Narada lalu mengubah keduanya menjadi ksatria agar bisa mencari Arjuna. Dewi Subadra diubah menjadi Shintawaka dan Dewi Srikandi menjadi Madu Subrata. Lalu, keduanya pergi ke pertapaan Kutharungu di Swelagiri.
Sepanjang perjalanan Shintawaka dan Madu Subrata berteriak-teriak menantang Arjuna dengan maksud agar Arjuna tertarik untuk menemui dan menerima tantangannya. Namun, teriakannya itu justru didengar oleh Gatotkaca yang sedang terbang di angkasa mencari Arjuna.
Gatotkaca lalu turun dan menghampiri keduanya. Mereka kemudian terlibat dalam sebuah pertarungan. Sang putra Werkudara kalah dalam pertarungan tersebut. Mereka pun lalu mencari Arjuna bersama-sama.
Beralih di Kerajaan Awangga, Adipati Karna tengah meratap sedih karena kehilangan senjata pusakanya. Arjuna kemudian datang padanya dan mengembalikan Kuntawijayandanu. Arjuna menceritakan bahwa senjata tersebut diperolehnya dari Panembahan Kesawasidi tatkala dirinya mencari Wahyu Makutharama.
Mendengar cerita Arjuna, Adipati Karna yang sejak awal ingin tahu tentang Wahyu Makutharama meminta agar Arjuna membagikan pengetahuannya. Namun, Arjuna menolak karena merasa harus memegang amanat dari Makutharama.
Merasa disepelekan, Karna pun menyerang Arjuna. Sesaat kemudian, keduanya sudah terlibat dalam perkelahian. Namun, Arjuna masih lebih unggul darinya sehingga Karna memilih untuk lari dari pertarungan. Arjuna mengejarnya.
Dalam pelariannya, Karna bertemu dengan Shintawaka dan Madu Subrata. Ia memberitahukan bahwa Arjuna tengah berada di belakang mengejarnya.
Tak berapa lama, muncullah Arjuna dan mendapati Shintawaka dan Madu Subrata yang melindungi Karna.
Pertempuran pun kembali terjadi. Arjuna kewalahan menghadapi Shintawaka dan Madu Subrata yang sebenarnya adalah jelmaan istri-istrinya sendiri.
Karena kalah, Arjuna memilih menghindar dari pertarungan dan bertemu dengan Werkudara atau Bima yang sedang mencari Prabu Kresna. Arjuna pun bercerita bahwa ia dikalahkan Shintawaka dan Madu Subrata. Ia meminta Bima membantunya mengalahkan Shintawaka dan Madu Subrata.
Akhirnya, dua kelompok itu bertemu. Namun, di pihak Shintawaka dan Madu Subrata ada Gatotkaca yang merupakan anak Werkudara. Tim Shintawaka dan Madu Subrata akhirnya mengalahkan Arjuna dan Werkudara. Wajar saja, sebab Gatotkaca tahu betul kelemahan dari sang ayah Werkudara.
Saat Arjuna dan Bima mundur menghindari pertempuran dengan Shintawaka dan Madu Subrata, mereka akhirnya bertemu dengan Prabu Kresna. Keduanya lalu menceritakan bahwa mereka baru saja dikalahkan oleh Shintawaka dan Madu Subrata.
Prabu Kresna yang merupakan titisan Dewa Wisnu dengan kesaktiannya mengetahui siapa jati diri kedua satria itu sebenarnya.
Ia kemudian meminta Arjuna untuk menghadapi mereka kembali dengan menggunakan ilmu Asmaratantra yang berupa syair asmara yang bisa meluluhkan hati Shintawaka dan Madu Subrata. Meski bingung, Arjuna menuruti apa yang diperintahkan Prabu Kresna.
Akhirnya, saat Arjuna melantunkan syair tersebut, berubahlah wujud Shintawaka ke wujud aslinya Dewi Subadra dan Madu Subrata kembali menjadi Dewi Srikandi.
Pada intinya, proses perjalanan Arjuna dalam mencari Wahyu Makutharama adalah proses perjalanan seseorang dalam meneladani ilmu kepemimpinan.
Seorang pemimpin, sebagaimana diajarkan Kresna dalam Astabrata, harus memiliki delapan watak dasar alam. Pemimpin harus berlaku seperti matahari yang menghidupi, bulan yang menerangi dalam gelap, bintang yang menjadi arah, dan mendung yang menunjukkan kewibawaan.
Pemimpin juga harus memiliki sifat bumi yang kukuh, samudera yang luas mau menampung aspirasi, api yang berani menegakkan kebenaran, dan angin yang menyentuh dan melingkupi seluruh tempat. (bay)