MENU
HUT Ke-79 RI

Tradisi 'Baritan', Momen Kebersamaan dalam Doa

Sumberagung – Setiap malam Jumat Legi di Bulan Suro (Muharam), beberapa kelompok masyarakat Banyuwangi memperingatinya dengan mengadakan tradisi 'Baritan'. Tradisi Baritan sudah berlangsung sejak lama dari generasi ke generasi. Bentuknya bisa bermacam-macam di setiap daerah.

Warga Desa Sumberagung juga menggelar Baritan di lingkungannya, Kamis, 27 Agustus 2020. Pelaksanaannya ada yang di musala dan ada yang di perempatan atau pertigaan, tergantung kesepakatan warga lingkungan masing-masing. Kesamaannya, setiap warga membawa takir berisi nasi beserta lauk-pauknya lalu membaca doa bersama-sama.

Di Silirbaru, salah satu dusun di Desa Sumberagung, pukul 17.00, warga berkumpul di perempatan timur pasar. Puluhan takir ditata rapi di atas terpal yang berfungsi sebagai alas, sementara warga duduk bersila mengitarinya.

Baca juga: Kirab Santri Meriahkan Muharam di Kandangan-Sarongan


Baca Lainnya :

Setelah dirasa siap, warga sekitar pasar ini mulai melantunkan doa-doa pujian kepada Tuhan. Uniknya, doa-doa ini dibaca dalam dua versi bahasa: Jawa dan Arab. Masyarakat menyebut doa dalam Bahasa Jawa ini diujubne, yang berarti menerangkan atau mengungkapkan maksud keselamatan.

“Ini merupakan wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta. Baritan juga menjadi momen untuk mendoakan para leluhur serta menolak balak,” kata Subandi, 62 tahun.

Lanjut ke halaman berikutnya...

Sementara itu, Sumarkah, 54 tahun, menjelaskan bahwa pelaksaan Baritan di lingkungannya tidak selalu pada malam Jumat Legi. Apabila pada Bulan Suro tidak ada hari Jumat Legi, warga melaksanakannya pada malam Jumat terakhir bulan tersebut.

Kegiatan Baritan ini, lanjut Markah, bukan hanya tentang tradisi atau kebiasaan saja. Namun, juga tentang kepercayaan warga lingkungannya menyikapi kejadian-kejadian buruk yang mereka alami.

tradisi baritan Silirbaru Sumberagung
Beberapa warga membantu membagikan makanan kepada yang mengikuti Baritan di Silirbaru, Kamis, 27 Agustus 2020.

“Pernah sekali di sini tidak menggelar Baritan. Entah ada kaitannya atau tidak, pada tahun yang sama warga di sini banyak yang sakit terkena demam berdarah,” tuturnya.

Acara sore itu berlangsung cukup singkat. Setelah pembacaan doa selama 15 menit, beberapa orang warga membagikan makanan yang telah dibawa kepada semua yang hadir.

Baca juga: Mengunjungi Taman Bermain Al Firdaus di Pesanggaran

Tidak ada yang bisa mengonfirmasi sejak kapan warga Silirbaru mulai menggelar tradisi Baritan ini. Namun, Markah berpendapat bahwa Baritan penting untuk tetap dilaksanakan.

“Menyenangkan bisa berkumpul dan makan bersama warga yang lain di tengah kesibukan masing-masing. Tidak ada yang disakiti, kan?” tanya Markah memungkasi. (ala)