Sedulur, Pesanggaran - Polemik tanah Masjid Besar Baitussalam Pesanggaran berujung damai setelah para pihak yang bersengketa menandatangani poin-poin kesepakatan bersama mengenai status tanah masjid, Selasa, 23 Februari 2021. Kesepakatan ini lahir melalui sebuah diskusi yang cukup panjang dan panas di aula Kecamatan Pesanggaran.
Pukul 08.00 pagi, pihak yang bersengketa sudah berkumpul di aula kantor kecamatan: dari Kantor Urusan Agama (KUA) Pesanggaran tampak Ketua KUA, Mohamad Hasan datang mewakili institusinya; Komar El Baidla mewakili Takmir Masjid Besar Pesanggaran; dan H. M. Tarom mewakili Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).
Baca juga: Takmir Ingin Forpimka Memediasi Polemik Tanah Masjid Besar Pesanggaran
Selain ketiga pihak yang bersengketa, Camat Pesanggaran, Ir. Sugiyo Dermawan, S.A.P., M.Si., juga mengundang pihak-pihak lain yang mengetahui duduk persoalan dan bisa menengahi perselisihan yang terjadi.
Baca Lainnya :
Undangan tersebut, antara lain Sekretaris Desa Pesanggaran, Marsudi; Ketua FKUB Pesanggaran, Hasyim Ali; Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pesanggaran; Dewan Masjid Indonesia (DMI); Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Pesanggaran; dan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Mengawali perundingan, Sugiyo Dermawan yang didampingi Kapolsek Pesanggaran, AKP Subandi, M.Si., dan Danramil Pesanggaran, Kapten Kav. Makali, memberikan kesempatan kepada para pihak yang bersengketa untuk menjelaskan duduk persoalan tanah Masjid Besar menurut versinya masing-masing.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Komar El Baidla yang mendapat kesempatan pertama menyampaikan unek-uneknya. Menurutnya, polemik ini muncul tatkala ada permintaan kepala KUA sebelumnya yang ingin memecah sertifikat tanah masjid. Selain itu, ada pengurus IPHI yang mengajukan permohonan sertifikat melalui program PTSL.
Menurut lelaki yang menjabat sebagai Ketua Takmir Masjid Besar Baitussalam ini, kedua hal tersebut menyebabkan reaksi masyarakat sehingga muncul gerakan penyelamatan aset masjid. Berdasarkan riwayat berdirinya masjid, tindakan memecah sertifikat adalah salah.
Baca juga: Tokoh Pesanggaran Tanggapi Polemik Tanah Masjid Besar
Meskipun demikian, Komar mengaku sudah beberapa kali melakukan komunikasi dengan pihak KUA maupun IPHI, namun tidak mendapatkan titik temu. Oleh karena itu, masyarakat pun bereaksi dengan memasang baliho dan menggalang tanda tangan dukungan.
Mempertegas penjelasan Komar, salah satu pengurus takmir, Abdul Rofiq, mengingatkan kembali mengenai sejarah Masjid Besar Pesanggaran. Bahwa, masjid dan tanahnya ada terlebih dahulu daripada KUA dan IPHI. Kedua kantor tersebut dibangun di atas tanah masjid.
“Tanah tersebut adalah milik masjid yang disertifikatkan atas nama BKM," katanya bersemangat, "Tidak ada masjid yang lain di atas tanah tersebut selain Masjid Besar Baitussalam. Jangan kemudian karena tidak disebutkan nama masjidnya [di sertifikat], dimaknai bahwa sertifikat tersebut bukan untuk Masjid Baitussalam."
Lanjut ke halaman berikutnya...
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, ketakmiran meminta BKM menyerahkan sertifikat masjid yang saati ini ada di KUA. Dan kepada IPHI, takmir meminta agar menyerahkan pembayaran sewa gedung setelah barakhirnya kontrak saat ini.
"Saat ini, pengurus di BKM tidak jelas siapa saja orang-orangnya dan hanya menyebutkan ketuanya adalah kepala KUA," kata Rofiq.
Menanggapi penjelasan dari pengurus takmir, pihak KUA menerangkan bahwa, pada saat itu, sertifikat masjid tidak bisa atas nama masjid atau ketakmiran. Ada dua lembaga yang bisa, yaitu BP4 dan BKM. Dengan berbagai pertimbangan, KUA akhirnya memilih BKM.
Baca juga: Masyarakat Galang Dukungan Kepemilikan Tanah Masjid Besar Baitussalam
Maka dari itu, Kepala KUA Pesanggaran, Mohamad Anwar, berpendapat bahwa sertifikat tanah tersebut adalah milik BKM. “Kita harus sepakat lebih dulu terkait hal ini [kepemilikan sertifikat]. Tidak boleh antara satu sama lain saling ngrecoki atau mengusik,” tegasnya.
Sementara itu, IPHI menyatakan bahwa pihaknya ingin memecah sertifikat adalah isu belaka. "Kami tidak punya dasar untuk pecah sertifikat karena bukan kami yang memegang sertifikatnya,” kata Sekretaris IPHI, H. M. Tarom.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Meskipun sempat memanas, mendekati pukul 14.00, perundingan tersebut akhirnya bisa melahirkan tiga kesepakatan penting:
1. Sertifikat hak milik atas nama Badan Kesejahteraan Masjid dengan nomor 1415, dengan luas tanah 2.960 meter persegi tidak akan dipecah-pecah dengan alasan apa pun dan sampai kapan pun.
2. Uang sewa-menyewa gedung IPHI, pada awal tahun 2024, akan dikomunikasikan lebih lanjut di kemudian hari oleh ketiga pihak.
3. Bersama-sama menjaga kondusifitas dan keamanan wilayah Kecamatan Pesanggaran.
Menyikapi kesepakatan ini, Ketua Forum Penyelamat Tanah Masjid Baitussalam, Muchtar Taufiq, mengaku siap menurunkan baliho dan kain penggalangan tanda tangan dukungan. "Asal semua menandatangani surat kesepakatannya," katanya. (bay)