PAGI itu, Sumiarsih menenteng sekop dan cangkul lalu memasukkannya ke dalam bak gerandong (kendaraan angkut rakitan, beroda empat dan bermesin diesel). Di belakangnya, Santoso menyusul dan menghidupkan mesin gerandong.
Tidak kalah sibuk, Asih Setyani menyiapkan bekal untuk dibawa kakak dan ibunya tersebut. Nasi beserta lauknya sudah terbungkus rapi. Santoso mengambilnya lalu memasukkannya ke dalam gerandong. Bersebelahan dengan tempat duduknya.
Baca juga: Menembus Hutan Demi Pendidikan Anak Pedalaman
Setelah persiapan dirasa cukup, lelaki 26 tahun itu menstarter gerandong. Sesaat beralu, gerandong bergerak membawa ibu dan anak itu menuju sungai Sumberjambe, Kandangan, Pesanggaran: tempat mereka mengais rezeki, mencari pasir sungai.

Sepeninggal mereka berdua, Asih bergegas melanjutkan pekerjaan rumah yang tersisa: menyapu, membersihkan piring dan peralatan dapur kotor, dan merapikan rumah. Setelah selesai, gadis 24 tahun itu menyusul ibu dan kakaknya dan membantu mereka mencari pasir. Asih berjalan kaki sejauh tiga kilometer.
Lima tahun yang lalu, suami Sumiarsih pergi meninggalkannya dan kedua anak itu. “Entah ke mana,” katanya. Sejak saat itu, dia harus membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Yang bisa dilakukannya saat itu adalah mencari kayu bakar di hutan.
Lanjut ke halaman berikutnya…