Sedulur, Sumbermulyo – Mengunjungi SMP NU Al-Islami: sebuah gedung dua lantai tampak berdiri megah meskipun belum sepenuhnya selesai dibangun. Kayu-kayu bekas penopang pengecoran masih berserak di depan dan samping gedung. Pintu-pintu masih menganga tanpa daun pintu dan lantainya masih berupa plester kasar.
“Gedung ini rencananya akan dipakai pada tahun ajaran baru ini [2020-2021], namun adanya wabah Corona menghambat proses pembangunan,” kata pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Islami, Kiai Abdurrohman.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi
Matahari semakin terik. Setelah melihat-lihat kondisi gedung tersebut, kiai muda ini mengajak Sedulur mampir di pendopo dan melanjutkan obrolan siang itu. Belum sepuluh menit, seorang santri datang menyuguhkan segelas kopi.
Baca Lainnya :
Menurut pria kelahiran Jepara empat puluh tahun lalu ini, gedung yang sedang dibangun tersebut akan digunakan untuk SMP NU Al-Islami. Ada lima ruangan di gedung baru tersebut. Rencananya, tiga ruangan untuk kelas, satu untuk kantor, dan satu lagi untuk laboratorium komputer. “Pada tahun ini, kami mendapat bantuan dari pemerintah,” katanya.
Sejak didirikan pada 2014, sekolah tersebut belum memiliki gedung untuk kegiatan belajar-mengajar. Beruntung, pesantren memiliki gedung asrama santri putra yang berada di dalam kompleks yang sama dengan Ponpes Al-Islami, yaitu di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran—tepatnya di depan balai desa Sumbermulyo.
Lanjut ke halaman berikutnya...
“Selama ini kegiatan belajar-mengajar di gedung itu,” kata Kiai sambil menunjuk ke arah gedung tiga lantai yang lokasinya berhadapan dengan pendopo.
Sementara itu, Kepala SMP NU Al-Islami, Zainudin, menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya menggratiskan seluruh biaya pendidikan. Bahkan, untuk siswa yang tinggal di asrama, pesantren menanggung biaya makannya. Sebagian besar siswa berasal dari luar Banyuwangi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Bali, Kalimantan, hingga Sumatera.
Musim Corona ini, lanjutnya, sekolah membatasi kegiatan pembelajaran. Di awal pandemi, pembelajaran dilaksanakan secara daring (online). Namun, cara belajar daring dirasa kurang efektif karena hampir keseluruhan siswa tinggal di asrama pesantren.
Baca juga: Sekolah Dasar di Pesanggaran Terima Penghargaan Adiwiyata
Pihak sekolah kemudian mengubah pembelajaran daring dengan belajar kelompok. Setiap kelompok berjumlah lima siswa dan didampingi satu guru pembimbing. Tak lupa pihak sekolah tetap menerapkan protokol Covid-19 sesuai anjuran pemerintah.
Pesantren tidak memungut biaya pendidikan dan asrama para santri. Biaya operasional dan pengembangan berasal dari donatur. Bagi yang ingin menjadi donatur bisa mengirim sumbangannya melalui rekening Bank Jatim nomor 1263202801 atas nama Yayasan Al-Islami Banyuwangi.
“Alhamdulillah, awal tahun ajaran baru ini kita mendapatkan 18 siswa baru,” kata Zainudin. (ala)