Sejak digalakkannya gerakan sadar wisata oleh Bupati Banyuwangi tahun 2010 silam, wisata-wisata di Banyuwangi mengalami pertumbuhan amat pesat. Banyuwangi ber-evolusi menjadi Kota Sejuta Wisata setelah sebelumnya dikenal sebagai Kota Sakral di Ujung Timur Pulau Jawa. Gunung, hutan, dan lautnya disulap menjadi intan mutiara yang siap memanjakan tiap mata.
Namun ada beberapa tempat di Banyuwangi yang tetap menampilkan pesonanya meski tak dipoles sedemikian rupa. Kealamian dan kondisi asli inilah yang justru jadi daya tarik tersendiri bagi tempat wisata di Banyuwangi ini. Pantai Lampon adalah salah satunya.
Pantai Lampon berada sekitar 6,5 km ke arah selatan Kota Pesanggaran. Gugusan pohon kelapa adalah ciri khas pantai ini. Tak ada wahana khusus di pantai ini. Tak ada pula loket pembelian tiket atau petugas khusus pengelola pantai. Semuanya dibiarkan ala kadarnya. Kenapa?
Misahad, salah seorang penduduk di wilayah Pantai Lampon mengatakan, bahwa lokasi Pantai Lampon ternyata sudah diklaim oleh pemerintah sebagai pusat pelatihan Korps Marinir TNI Angkatan Laut (AL). Lahan luas memanjang mulai dari Markas Korps Marinir hingga ujung timur Pantai Lampon digunakan untuk aktivitas pelatihan para abdi negara ini. Sehingga tidak diperkenankan bagi warga sipil untuk mendirikan rumah, pertokoan, atau bangunan lainnya di lokasi tersebut.
“Kalau warung saya ini pengecualian, Mas. Karena saya sudah lama tinggal di sini, sebelum dibangunnya markas Korps Marinir ini,” jelas Misahad saat ditanya tentang keberadaan warungnya di lokasi tersebut.
Meski dibiarkan ala kadarnya, Pantai Lampon tetap memiliki pesonanya sendiri. Beberapa titik apik pantai ini menyajikan suguhan pemandangan yang tak kalah dengan pantai-pantai populer di Banyuwangi. Memanjang dari area Bukit Lampon di sebelah barat sampai ke ujung timur adalah pantai indah dengan pasir hitamnya yang khas. Di sebelah barat ada batuan karang yang cocok bagi para pelancong penyuka swafoto. Sedangkan bukit di atasnya merupakan tempat yang cocok untuk menikmati pemandangan matahari terbit di pagi hari.
Selain wisata alam dengan suguhan pemandangan-pemandangan pantai yang indah, Pantai Lampon juga memiliki beberapa situs peninggalan sejarah masa penjajahan Jepang. Goa Locok yang terletak di atas bukit sebelah barat Pantai Lampon merupakan salah satu bungker pertahanan militer di masa lalu. Di goa ini dulu para pejuang Bangsa Indonesia berperang melawan penjajah Jepang sampai titik darah penghabisan. Begitu pula dengan goa yang terdapat di sebelah timur Pantai Lampon yang menyimpan kisah hampir sama.
Sepeninggal masa kolonial, goa di sebelah timur ini sering disebut-sebut masyarakat sebagai tempat mistis. Pasalnya masyarakat sering menemui anjing-anjing kecil sejenis ajag (asu kikik dalam Bahasa Jawa) tak kasatmata di lokasi ini. Anjing-anjing kecil tersebut tiba-tiba muncul kemudian menghilang. Karena kejadian inilah, kemudian masyarakat menyebut tempat ini dengan nama Goa Kikik.
Beberapa potensi menarik di Pantai Lampon itu kemudian dibungkus dengan atmosfer militer yang kental. Di beberapa titik, pengunjung dapat melihat monumen, bungker pengamatan pantai, dan beberapa tulisan yang menerangkan bahwa lokasi tersebut adalah area latihan militer. Jika beruntung, sesekali pengunjung dapat melihat para marinir berlatih di tempat ini. Kombinasi unik inilah yang tidak akan ditemukan di tempat wisata manapun di Indonesia.
Meski pernah diterjang gelombang tsunami pada 1994 silam, masyarakat Pantai Lampon enggan meninggalkan kampung halamannya. Penduduk Pantai Lampon adalah warga asli yang sudah lama menetap. Mereka mayoritas berprofesi sebagai nelayan, petani, dan peternak. Bagi mereka, Pantai Lampon adalah ladang penghidupan yang tak mungkin ditinggalkan.
Seperti diungkapkan Irwati, salah seorang pedagang ikan di Pantai Lampon. Ia menjelaskan bahwa produksi ikan di Pantai Lampon cenderung stabil. Bahkan pergantian musim tak mengurangi populasi ikan di perairan ini.
“Meski musim angin dan ombak besar, nelayan tetap melaut. Hasil ikan tetap ada, tidak tergantung pada musim,” jelas Irwati.
Kondisi inilah yang menjadikan warga Lampon tetap bertahan sampai saat ini. Permukiman nelayan yang dulu pernah dipindahkan oleh Pemerintahan Orde Baru pascatsunami, kini menjadi permukiman yang sudah dihuni oleh 300-an penduduk. Warga setempat menyebutnya Kampung Baru.
Lahan di tepi Pantai Lampon, kini digunakan sebagai tempat sandar perahu-perahu nelayan. Di sebelah timur Markas Corps Marinir adalah padang rumput yang digunakan untuk menggembala ternak penduduk. Sedangkan sebelah utaranya, di seberang jalan utama adalah lahan-lahan pertanian penduduk yang membujur dari barat sampai timur belakang permukiman.
Maka, ketika wisatawan berkunjung ke Pantai Lampon, kesan alamilah yang cenderung lebih kental dirasakan. Wisata dengan berbagai potensi uniknya ditambah kultur masyarakat yang tampil secara natural. Mengagumkan dengan keindahan pantainya, megah dengan kesan militernya, deg-degan dengan kesan mistisnya, haru dengan kesan sejarahnya, dan segar dengan kesan alami kultur masyarakatnya. Penasaran? Yuk, berkunjung ke Pantai Lampon!